Ketika Obligasi Global Goyah, ASEAN Jadi Tujuan Baru

Diterbitkan pada
Tanda-tanda kegelisahan mulai terasa di pasar obligasi global. Yield US Treasury 10 tahun—indikator utama kepercayaan pasar terhadap surat utang pemerintah—tetap bertahan di atas 4,4%. Ini mencerminkan lonjakan kebutuhan pembiayaan pemerintah AS dan kekhawatiran atas pelebaran defisit fiskal. Di Jepang, depresiasi yen serta rencana tapering oleh Bank of Japan mendorong investor asing melepas Japanese Government Bonds (JGB) secara besar-besaran. Sementara itu, Eropa justru mulai memangkas suku bunga, menandakan kekhawatiran terhadap risiko stagnasi dan perlambatan ekonomi.
Dalam iklim yang penuh tekanan fiskal dan ketidakpastian geopolitik ini, daya tarik obligasi negara-negara maju melemah. Namun justru di saat seperti inilah, pasar obligasi Asia Tenggara—termasuk Indonesia—mulai menunjukkan peran strategis sebagai pelabuhan alternatif.
Obligasi Asia Kembali Dilirik
Data dari April 2025 menunjukkan bahwa arus dana asing ke pasar obligasi Asia melonjak hingga US$8,92 miliar, angka tertinggi dalam delapan bulan terakhir . Malaysia dan Thailand mencatat inflow signifikan berkat inflasi yang terkendali dan kebijakan suku bunga yang cenderung akomodatif.
Indonesia, meskipun sempat mengalami outflow sekitar US$1,4 miliar akibat kekhawatiran fiskal dan konsumsi domestik yang melambat , kini mulai menunjukkan pemulihan. Real yield SBN Indonesia mencapai 3,9%, menjadikannya salah satu yang tertinggi di kawasan . Selain itu, kepemilikan asing terhadap SBN meningkat dari 14,39% menjadi 14,55% antara Mei dan Juni 2025, menandakan peningkatan kepercayaan investor global .
Optimisme terhadap Indonesia juga diperkuat oleh pembaruan dalam negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa—langkah yang diyakini akan memperkuat neraca transaksi berjalan dan membuka peluang ekspor ke depan.
Apa Artinya bagi Investor?
Ketika risiko di pasar obligasi negara maju meningkat, instrumen dari ASEAN—terutama Indonesia—menawarkan kombinasi yang menarik antara imbal hasil tinggi dan stabilitas makro. Pergerakan dana asing yang berbalik arah ini bukan hanya sinyal peluang jangka pendek, tetapi juga indikasi bahwa pasar lokal mulai dinilai lebih kredibel secara internasional.
Bagi investor domestik, momen ini memberikan peluang untuk memperkuat alokasi ke aset pendapatan tetap. Dengan inflasi rendah, rupiah relatif stabil, dan yield riil yang kompetitif, eksposur ke SBN maupun reksa dana pendapatan tetap menjadi langkah yang cerdas dan terukur—bukan hanya untuk potensi imbal hasil, tapi juga untuk perlindungan daya beli.
Kesimpulan: Momentum Baru dalam Lanskap Lama
Di tengah ketidakpastian global, fokus investor mulai bergeser. Jika sebelumnya pasar negara maju menjadi acuan utama, kini Asia Tenggara—dan Indonesia—tengah mengalami revaluasi dalam peta investasi global.
Dalam konteks ini, pendekatan investasi yang responsif dan berbasis data menjadi kunci. Saat risiko meningkat dan peluang muncul cepat, fleksibilitas dan kemampuan adaptasi menjadi pembeda utama.
DISCLAIMER: Informasi yang disediakan oleh PT. Kaya Lautan Permata (Kaya) memberikan pandangan dan analisis tentang berbagai topik keuangan. Meskipun kami berusaha memberikan informasi yang akurat dan terkini, semua keputusan investasi tetap menjadi tanggung jawab pribadi Anda. Harap dicatat bahwa semua investasi memiliki potensi risiko, dan setiap keputusan investasi yang Anda buat adalah atas kebijaksanaan dan risiko pribadi Anda sendiri.